Menunaikan Shalat Jamaah Di Luar Masjid
MENUNAIKAN SHALAT JAMA’AH DI LUAR MASJID
Oleh
Dr Shalih bin Ghanim bin Abdillah As-Sadlani.
Para ulama berselisih pendapat dalam masalah hukum melaksanakan shalat jama’ah di luar masjid, dalam hal ini ada tiga pendapat.
PENDAPAT PERTAMA.
Boleh mengerjakan shalat jama’ah di luar masjid.
Ini pendapat Malik, Syafi’i dan riwayat Ahmad juga pendapat Hanafiyah. Ibnu Al-Qasim berkata : “Aku bertanya kepada Malik tentang laki-laki yang melakukan shalat maktubah bersama istrinya di rumah ? Beliau berkata : Hal itu tidak apa-apa”. Dalam Al-Mudawannah al-Kubra 1/86 Imam Syafi’i berkata : “Setiap shalat jama’ah yang dikerjakan oleh seorang laki-laki di rumahnya, di masjid kecil atau besar, jumlah jama’ahnya sedikit atau banyak, aku memilih (bahwa shalat yang dikerjakan) di masjid itu lebih agung dan yang lebih banyak jama’ahnya lebih aku sukai” [Al-Umm 1/136]. Ar-Rafi dari Asy-Syafi’iyah berkata : Shalat jama’ah yang (dikerjakan oleh seorang lelaki) di dalam rumah itu lebih afdhal dari shalat sendirian (yang dikerjakan) di dalam masjid”.
Di dalam al-Mughni Ibnu Qudamah berkata : “Boleh mengerjakan shalat berjama’ah di dalam rumah dan boleh juga dikerjakana di tanah lapang” [Juz 3/8]
Dalil-dalil mereka.
1. Hadits Jabir yang marfu : “Aku diberi lima perkara …’ kemudian disebutkan di antaranya :
ﻭَﺟُﻌِﻠَﺖْ ﻟِﻲ ﺍﻷَﺭْﺽُ ﻣَﺴْﺠِﺪًﺍ ﻭَﻃَﻬُﻮﺭًﺍ، ﻓَﺄَﻳُّﻤَﺎ ﺭَﺟُﻞٍ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﺃَﺩْﺭَﻛَﺘْﻪُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻓَﻠْﻴُﺼَﻞِّ
“Bumi dijadikan masjid dan alat bersuci bagiku, siapa saja umatku yang mendapati waktu shalat maka shalatlah” [Al-Lu’lu wal Marjan disepakati oleh Bukhari dan Muslim 1/104 no 299]
2. Anas berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling baik akhlaknya, bila beliau mengerjakan shalat di rumah kami, beliau memerintahkan kami untuk membentangkan permadani sebagai alas lalu menyapu dan menyiram lantainya kemudian beliau menjadi imam dan kami berdiri di belakangnya lalu beliau shalat bersama kami” [As-Sunan al-Kubra an-Nasa’i 3/66]
3. Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata :
صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِهِ ، وَهُوَ شَاكٍ فَصَلَّى جَالِسًا ، وَصَلَّى وَرَاءَهُ قَوْمٌ قِيَامًا فَأَشَارَ إِلَيْهِمْ أَنْ اجْلِسُوا
“Rasulullah Shalat di rumahnya, beliau dalam keadaan sakit, maka beliau shalat dengan duduk, para shahabat shalat dibelakangnya dengan berdiri, maka beliau memberi isyarat kepada mereka (untuk shalat) dengan duduk” [Shahih Bukhari 1/169 bab 51 kitab al-Adzan]
Mereka juga menggunakan dalil-dalil lain yang tidak cukup bila harus dipaparkan semua di sini.
PENDAPAT KEDUA.
Tidak boleh melaksanakan shalat berjama’ah kecuali di masjid.
Pendapat ini merupakan riwayat dari Imam Ahmad, sementara Ibnu Qayyim al-Jauziyah merajihkan pendapat tersebut yang dijelaskan dalam “Kitab ash-Shalat”.
Siapa saja yang mau merenungkan as-Sunnah dengan sebenarnya, ia akan mendapatkan kejelasan bahwa mengerjakan shalat berjama’ah di masjid itu adalah kewajiban yang telah ditetapkan, kecuali bagi orang yang berhalangan sehingga ia boleh meninggalkan shalat Jum’ah dan jama’ah. Meninggalkan masjid (shalat berjama’ah) tanpa udzur itu seperti meninggalkan asal perintah berjama’ah dengan tanpa udzur, hal ini telah disepakati oleh berbagai hadits dan atsar [Kitab Shalat Ibnu Qayyim al-Jauziyah 461]. Beliau berkata : ” Demi Allah yang kita tunduk kepada-Nya, sesungguhnya tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk meninggalkan shalat berjama’ah di masjid kecuali orang yang memiliki udzur, wallahu ‘alam bish shawab” [Kitab Shalat Ibnu Qayyim al-Jauziyah 461]
Bahkan sebagian ulama menganggap batal shalat jama’ah seseorang yang dikerjakan di rumahnya. Abul Barakat seorang pengikut Hambali berkata : “Jika seseorang meninggalkan berjama’ah tanpa udzur lalu mengerjakannya di rumah, maka jama’ahmya tidak sah, karena ia telah mengerjakan larangan dengan memilih mengerjakan shalat berjama’ah di masjid” [Al-Inshaf al-Mawardi 2/123-124]
Dalam Fathul Qadir Ibnu al-Hamam al-Hanafi 1/345 : disebutkan Al-Halwani pernah ditanya tentang seseorang yang kadang kala mengerjakan jama’ah dengan keluarganya, apakah ia mendapatkan balasan berjama’ah ? Ia berkata : Tidak, itu menjadi perbuatan bid’ah dan dibenci bila dikerjakan tanpa ada uduzur.
Dalil-Dalil Mereka adalah : Pendapat ini berlandaskan pada hadits yang menunjukkan wajibnya berjama’ah dan (kewajiban) ini adalah fardhu ‘ain. Pengikut Syafi’i berselisih pendapat dalam masalah melaksanakan shalat jama’ah di luar masjid, apakah sampai gugur menjadi fardhu kifayah atau tidak ? Mereka berselisih dengan dua pendapat.
Pertama : Tidak cukup melaksanakan jama’ah shalat fardu di luar masjid.
Kedua : Cukup bila telah masyhur, seperti hendak melaksanakan shalat jama’ah di pasar.
Ibnu Daqiq al’Ied berkata : “Bagiku pendapat yang pertama itu benar, karena asal disyariatkannya shalat adalah dikerjakan dengan berjama’ah di masjid, ini adalah sebuah sifat yang harus diperhatikan, tak ada yang membatalkannya” [Al-‘Uddah ‘ala Ihkami al-Ahkam, 2.214]
PENDAPAT KETIGA.
Hendaknya dibedakan antara orang yang mendengarkan seruan adzan yang tidak sah shalatnya kecuali dikerjakan di masjid dengan orang yang tidak mendengar adzan, di mana tidak sah shalatnya kecuali mengerjakannya dengan berjama’ah.
Adapun pendapat Ibnu Hazm : Beliau berkata di dalam al-Muhalla : “….Shalat fardhu yang dikerjakan oleh seseorang tidak akan mendapatkan balasan tatkala ia mendengarkan adzan kecuali bila ia kerjakan di masjid bersama imam, jika ia sengaja meninggalkannya tanpa ada udzur, maka shalatnya batal. Jika ia tidak mendengar adzan ia harus mengerjakan shalat fardhu dengan berjama’ah bersama seorang atau lebih, jika ia tidak mengerjakan (dengan berjama’ah) maka tiada shalat baginya kecuali jika ia tidak mendapatkan seorangpun yang dapat diajak shalat bersamanya, ketika itu ia diberi balasan, demikian pula bagi orang yang memiliki udzur ia akan diberi balasan (terhadap shalatnya) yang dikerjakan tidak dengan berjama’ah” [Al-Muhalla Syarhu Al-Majalla 4/265]
Ibnu Taimiyah berkata di dalam al-Fatawa al-Mishriyah : “Bila ada seseorang mengerjakan shalat di rumahnya secara berjama’ah apakah (kewajibannya menghadiri masjid telah gugur ? Di dalamnya masih ada perdebatan, seharusnya ia tidak meninggalkan kewajiban menghadiri (jama’ah) di masjid kecuali bila ada udzur” [Mukhtashar al-Fatawa al-Mishriyah, Ibnu Taimiyah 52]
Alangkah baiknya jika pembicaraan dalam masalah ini kita tutup dengan perkataan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab As-Shalah, “Siapa saja yang merenungkan as-Sunnah dengan sebenarnya ia akan mendapat kejelasan bahwa mengerjakan shalat berjama’ah di masjid adalah kewajiban yang telah ditetapkan, kecuali bagi orang yang berhalangan yang membolehkan baginya meninggalkan shalat jum’at dan jama’ah. Meninggalkan masjid tanpa udzur itu ibarat meninggalkan asal perintah berjama’ah dengan tanpa udzur, hal ini telah disepakati oleh berbagai hadits dan atsar … tatkala Rasulullah telah meninggal dan berita itu sampai pada penduduk Makkah, Suhail bin Amru berkhutbah dihadapan mereka -adapun Utbah bin Usaid telah mengatakan kepada mereka (penduduk Makkah), kemudian ia bersembunyi dari mereka karena takut, maka Suhail membawanya keluar dan meneguhkan penduduk Makkah pada Islam, setelah itu Utbah bin Usaid berkhutbah di hadapan mereka ; Demi Allah wahai penduduk Makkah, tidaklah sampai kepadaku bahwa salah seorang di antara kamu meninggalkan shalat berjama’ah di masjid kecuali pasti akan aku akan memotong leher mereka, para shahabat Rasulullah menemuinya dan sikap itu membuat ia bertambah mulia di hadapan mereka, demi Allah yang kepada-Nya kita tunduk sesungguhnya tidak diperbolehkan bagi seorangpun meninggalkan shalat berjama’ah di masjid melainkan yang memiliki udzur” [Kitab As-Shalah 461]
TANBIH.
Ketika telah ditetapkan bahwa tidak boleh meninggalkan shalat jama’ah di masjid melainkan ada udzur, maka ada tiga perkara yang harus diperhatikan :
1.Bagi seseorang yang ketinggalan shalat jama’ah di masjid dan tidak mendapatkan orang lain untuk shalat jama’ah bersamanya lebih baik baginya untuk pulang ke rumah dan shalat jama’ah bersama keluarganya.
2. Apabila dalam kondisi sebagai musafir atau bertamasya dan ia bersama keluarganya, maka ia harus shalat berjama’ah dengan keluarganya.
3. Apabila ketinggalan shalat jama’ah di masjid yang dekat darinya maka ia harus berjama’ah di masjid lain sekiranya tidak menyusahkannya dan ia mampu untuk mendapatkannya.
[Disalin dari kitab Shalat Al-Jama’ah Hukmuha Wa Ahkamuha Wat Tanbih ‘Ala Ma Yaqa’u Fiiha Min Bid’ain Wa Akhthain edisi Indoensia Shalat Berjama’ah, Panduan Hukum, Adab, Hikmah. Pustaka Arafah]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/824-menunaikan-shalat-jamaah-di-luar-masjid.html